You need to enable javaScript to run this app.

DAMPAK KECANDUAN INTERNET BAGI KEPRIBADIAN MILENIALS

  • Jum'at, 20 Januari 2023
  • Administrator
  • 0 komentar
DAMPAK KECANDUAN INTERNET BAGI KEPRIBADIAN MILENIALS

Pengantar

Munculnya fenomena baru abad 21, tak disangka-sangka. Tak pernah diramalkan pada abad-abad sebelumnya. Bahwa suatu saat nanti, akan terjadi gelombang tsunami teknologi mengejutkan. Yakni, badai besar globalisasi internet yang akan mengubah semua sistem. Ledakan arus digitalisasi informasi, transportasi, dan komunikasi yang melanda dunia, menggulung semua pola kerja manual. Eksistensi media informasi dan komunikasi digital meluluhlantakkan sistem konfensional. Suatu lompatan perubahan sangat dahsyat. Revolusi industri 4.0. Dengan hegemoni multimedia di tengah arus ganas akses informasi digital, menerjang kaum milenial hingga ke pelosok pedesaan. Keterbukaan arus informasi dan komunikasi sosial yang melanda bak banjir bandang, menyapu bersih semua budaya tradisional lokal, tanpa dapat dibendung. (K. E. Anggur, Floresnews.id, 2021)

 Internet Dan Milenials Hits Zaman Now

Fokus perhatian penulis, menyoroti realitas jagat maya, Internet. Digitalisasi Internet! Digital, secara leksikal berasal dari bahasa Latin, digitus, artinya “jari.” Jari atau jemari yang berfungsi menyentuh, menggeser, menjamah, meraba, menulis, mengetik dan mengoles. Internet, media yang memperluas sistem saraf manusia (The extensions of Man), dapat mendekatkan diri dengan orang lain serta mempersingkat jarak dan waktu tempuh hanya dengan memainkan jari-jemari, tanpa menggeser tubuh.

 Akses digitalisasi internet, dominan mempengaruhi prilaku kaum milenial. Hidup mereka serba instant dalam realitas virtual dan ruang siber sebagai halaman bermain (ruang publik). Makanya, disebut dunia maya. Ciri pergaulan dunia maya bagi kaum milenial, ditandai oleh digitalisasi teknologi komunikasi canggih. Terutama lewat HP android, smartphon, atau gadget yang disentuh atau digesek menggunakan jari jemari. Tanpa internet, ya, nggak gaul dong. Artinya, Lo bukan anak hits zaman now. Nggak pake HP, ya, udik!. Maka kenali dulu jejak digital orang muda zaman now.

Orang muda, alias kaum milenial, memiliki tempat bergaul yang dipandang aneh oleh orangtua jadul. Alun-alun tempat bermain yang dulu disebut pelataran kampung secara geografis, sudah beralih ke jagat maya. Alam jagat raya, berubah jadi alam jagat maya. Jagat maya alias ruang siber dijadikan ruang publik, layaknya tempat umum. Di sana mereka berwisata, bercanda, cari jodoh dan bercinta. Ruang kelas tutorial dan bimbingan belajar sekolah, juga ada di ruang siber. Buku yang mereka pakai, sudah tersedia di perpustakaan online. Ada e-book, facebook, whatsapp, Twiter, instagram, dll. Semua menu permainan, tersaji pada electronic game. Mulai dari Mobile legend, Pubg, Free Fire, efootbaal Pes2021, hingga FR legend, Stumble Guys, Call of Duty Mobile dan Valoran, dst. Busana model trendy paling kren, dengan mudah saja dipesan di toko online, Seperti; buka lapak, Lazada, Sophie, dll.

Tipologi generasi milenial, memang  khas dan unik serta merupakan bagian dari populasi angkatan muda. Mereka lahir di tengah kemajuan sains dan teknologi. Sebagian besar kehidupannya, mengandalkan fungsi-fungsi kecanggihan teknologi digital. Dampaknya, aktivitas harian generasi milenial cenderung bersentuhan erat dengan pemanfaatan teknologi. Terminologi kata “milenial” berkaitan dengan istilah milenium, yakni penyebutan untuk setiap kelipatan seribu tahun. Kaum milenial atau disebut juga generasi Y (Gen-Y), adalah kelompok demografi baru setelah generasi X (Gen-X), lahir di antara kurun waktu 1980-an dan pertengahan tahun 1990-an sampai awal 2000-an. Usia mereka saat ini diprakirakan menginjak usia 17 hingga 35 tahun. Ada yang berpendapat, setelah generasi ini masih ada generasi yang disebut generasi Z, tetapi masih banyak perbedaan pendapat tentang sebutan ini. Karena lahir dalam periode sejarah yang sama dan sangat dekat dengan teknologi internet, mereka memproklamirkan diri sebagai kelompok milenial “zaman now.” Dalam dunia maya atau jagat raya Internet, sering disebut generasi era revolusi industri 4.0.

Berbeda dengan zaman old, atau zaman kolot generasi tua jaman doeloe (jadul = old generations). Genre milenials zaman now, erat kaitannya dengan tingkah paradoksal dan ambivalen, di mana mereka hanya sibuk dengan dirinya sendiri, tidak gubris dengan lingkungan sekitarnya. Mudah terbawa arus tawaran ratusan kontent multimedia. Konten-konten itu, lebih kuat mengendalikan dan mengalihkan perhatian serta seluruh energi mereka. Pikiran dan perasaan melompat-lompat tak karuan, membuat jiwa mereka labil dan dangkal. Tergiur dengan berbagai tawaran menarik, menyeretnya ke persimpangan jalan yang membingungkan, bahkan sering tersesat hingga tak menemukan jalan kembali. Menu dan kontent tawaran yang menarik, memacu semangat untuk semakin mencari tahu hingga mengalami keranjingan, keterikatan, kelekatan hati pada berbagai kontent baru, membuat jiwa mereka jadi kecanduan. Kata lainnya, “ketagihan” (Inggris, baca: addicted).

Apa yang membuat mereka kecanduan?

Kita perlu tahu sifat-sifat multimedia (multiwajah) dari tayangan digitalisasi Internet. Multimedia merupakan instrumen pintar paling praktis, yang melengkapi presentasi secara dinamis, terdiri dari unsur-unsur teks, grafik, audio dan video hingga animasi. Tentu, saat yang sama pengguna bisa melihat sekaligus mendengar dan merasakannya. Tujuannya, untuk memberi gambaran suatu informasi secara jelas dan komprehensif kepada audience.Sifat-sifat multimedia ini yang menyeret perhatian hingga begitu gampangnya terhanyut oleh arus globalisasi informasi dan komunikasi digital. Arus gelombang tsunami digital yang melanda secepat kilat, melalui trik-trik tipuan media elektronik, ditransmisikan lewat animasi teknologi telekomunikasi satelit. Editannya dikemas menarik, sebagai hasil manipulasi elektronis multiwajah melalui permainan camera digital. Lalu ditayangkan secara luas dan tersebar terus menerus setiap detik, menit dan jam. Para pengguna hanya tinggal sentuh, geser, atau penjet dengan ujung jari saja, tanpa menggeser tubuh. Muncullah menu menarik dan fulgar secara cepat, secepat kecepatan cahaya yang diproyeksikan melalui kemasan aplikasi smartphon, seperti Youtube, whatsAp, Tiktok, Snack Video yang dikendalikan oleh kekuatan satu tangan. Tanpa disadari kita digenggam dan dikendalikan oleh tangan global. Kita terperanga dan dipaksa untuk mengikuti arus utama global (global mainstream). Kita mengalami culture shock (keterkejutan terhadap budaya asing). Akibatnya, selain informasi positif yang mendidik, kita juga begitu mudah tertipu oleh berbagai tayangan film-film porno, berita hoax, ujaran kebencian, provokasi, ideologi sesat yang cenderung menipu. Beberapa tahun lalu, situs-situs illegal yang memproduksi akun palsu penyebar Hoax, ujaran kebencian, dan konten video provokasi, ditertibkan oleh pemerintah dimana pelakunya ditangkap, diadili dan dipenjarahkan. Misalnya, patroli siber Polri berhasil menggrebek kelompok Sarasen, muslim army, dll. Kita juga begitu sering dibohongi oleh tayangan iklan, paket kuis berhadiah, nomor-nomor togel, undian yang menjanjikan bonus (keuntungan) berlipatganda tanpa kerja keras. Gejala pembohongan publik, semakin hari semakin marak dan terjelma menjadi nalar publik. Pada akhirnya diterima sebagai kebenaran umum. Tujuan utamanya, tak lain, adalah kompetisi demi penumpukan kekayaan dan penguasaan sumber daya ekonomi. Hal inilah yang mengubah pandangan, kecenderungan, motivasi dan orientasi sempit yang mendewakan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi fisik (IPTEK) berbau materialistis, individualistis dan konsumeristis hingga tak terkendali.

Kaum milenial, begitu gampang tergiur dengan keteladanan yang dangkal dan instan. Pikiran mereka dipenuhi pengetahuan dan kecerdasan artifisial tanpa proses panjang. Ketokohan palsu, yang mereka tiru dari berbagai medsos, seperti: figur kaya, tokoh berkuasa, banyak mobil, rumah mewah, hidup serba ada, serba mudah, dll. Semua serba bebas, vulgar, terbuka, telanjang polos, nyaris tanpa sensor. 

Apa dampaknya bagi pembentukan karakter kaum milenial?

Menurut Agil A. Putra, Internet, diibaratkan dengan parang bermata dua yang membawa dampak positif dan negatif bagi para pengguna, sbb:

Pertama, Setiap pengguna dengan cepat memperoleh informasi dan mudah menuangkan ide melalui berbagai media. Tersedia ruang tanpa batas untuk akses internet melalui website, email, blog, chat engine, social networking sehingga semua ide, gagasan, wawasan dan berbagai pencerahan pengetahuan, mudah disampaikan kepada siapapun, kapanpun dan di manapun. 

Kedua, ketergantungan kaum milenial terhadap internet sangat tinggi, pola konsumsi internet lebih banyak dibandingkan dengan usial tua (lansia). Karena penggunaan internet, telepon dan satelit yang begitu dekat dan sering antara usia milenial. Dengan demikian, implikasi terhadap besarnya anggaran dana penggunaan internet sangat tinggi. Kaum milenial menjadi kelompok konsumen yang paling menguras banyak keuangan publik.

Ketiga, sikap dan prilaku kaum milenial menjadi a-sosial, jarang berinteraksi dengan lingkungan sosial di dunia nyata, karena lebih sering menggunakan gadget di dunia maya.

Keempat, dampak negatif penggunaan internet menurut Agil A. Putra, dikaitkan dengan hal-hal yang berbau pornografi, baik berupa gambar, video, maupun tulisan. Kontak hubungan maya, memberi peluang bebas, tanpa sensor, untuk menonton, mengunduh dan memperdagangkan pornografi. Sering berlanjut dengan chat pribadi ketika merasakan kecocokan, sehingga menuangkan perhatian lebih. Gejala ini menyebabkan seseorang menjadi kecanduan dan melupakan dunia nyata. Kecanduan internet, menyebabkan keretakan hubungan rumah tangga, KDRT, perceraian dan penelantaran anak bagi pengguna yang telah menikah. Tanpa perhatian orangtua, anak-anak menjadi loose control. Pada akhirnya, terjebak pergaulan bebas, kasus pelecehan seksual, kenakalan remaja, miras, judi, premanisme, begal, kekerasan, pencopetan, geng motor, perampokan, dll. Kesibukan bergadget, berpengaruh pada siswa, hingga malas belajar terutama membaca buku teks dan tugas-tugas pelajaran sekolah. Waktu belajarnya dihabiskan untuk bermain gadget, menyebabkan siswa kantuk dalam kelas saat proses KBM.

 Penutup

            Internet! Ancaman atau peluang? Ancaman, karena Internet membentuk mental instant, materialistis, hedonis, konsumeristis, dan individualistis. Siswa sekolah menjadi malas baca, tidak lagi tergantung pada guru formal, mudah tinggalkan kelas dan mengabaikan nilai-nilai adat dan budaya lokal. Internet bisa merusak mental, moral dan rohani anak dan siswa. Cara kerja manual digantikan dengan sistem komputerisasi internet, menyebabkan terjadinya PHK dan pengangguran.

Namun, kecanggihan internet juga membawa peluang istimewa dan kesempatan emas. Kita bisa berkomunikasi dengan cepat dan dekat melalui HP atau internet kapan dan di mana saja. Dapat mengetahui berbagai informasi penting dalam waktu yang relatif singkat. Melalui internet, kita bisa belajar berbagai pengetahuan, menimba pengalaman dan ketrampilan secara murah-meriah atau gratis. Banyak sistem kerja manual yang berat, bisa dipermudah melalui sistem komputerisasi internet.

Untuk menangkap peluang, sekaligus meminimalisir ancaman internet di atas, tergantung dari pribadi-pribadi. Tergantung tingkat pemahaman dan cara menggunakannya (melek internet). Tugas orangtua dan guru, memberikan pemahaman dan penyadaran akan bahaya negatif internet. Bagaimana strategi dan metode mendidik siswa pengguna internet, menjadi matang dan dewasa. Terutama bagi milenials yang sedang mencari identitas dan popularitas diri lewat medsos. Perlu memahami etika sopan-santun dalam bermedia. Diksi dan narasi yang dibangun, benar-benar harus dipertimbangkan masak-masak.  Apakah hal itu benar, baik dan bermanfaat (3B) untuk diri, sesama dan lingkungan. Pengguna media Internet, harus sanggup membedakan pengaruh negatif dan positif serta menjadikannya sebagai panduan atau pedoman untuk menghasilkan karya kreatif dan berinovasi. Kalau motivasi semulia ini diutamakan, berarti internet bukan ancaman, tapi peluang emas plus kesempatan istimewa yang harus dimanfaatkan seefektif mungkin. (***)

Penulis: Kristian Anggur

 

Bahan Bacaan:

  1. Agus Alfons Duka, SVD, Komunikasi Pastoral Era Digital, Maumere: Ledalero, 2017.
  2. Utari, Unga, Z Generation yang berjiwa Sosial, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.
  3. Nur Fatimah, Apa Itu Milenial?, https://pelayananid, 28 Agustus 2019.
  4. Agil Angriyansah Putra, Generasi Milenial Dampak Internet, https://analisadaily.com, 7 Febr 2018
  5. https://www.detik.com>detikpedia.

 

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

RD. Heroluinus Jawa, S.Fil

- Kepala Sekolah -

Salam restorasi pendidikan, Seraya mengucapkan syukur pada kasih Tuhan, kami membuka hati kami SMAS Pancasila Borong dalam keterlibatan semua pihak…

Berlangganan
Banner