You need to enable javaScript to run this app.

PENDIDIKAN KARAKTER PENDIDIKAN ANTI KEKERASAN

  • Rabu, 12 Juni 2024
  • Administrator
  • 0 komentar
PENDIDIKAN KARAKTER PENDIDIKAN ANTI KEKERASAN

        Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dengan pendidikan seseorang bisa mengatur dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya, seseorang bisa mempengaruhi orang lain kepada kehidupan yang positif. Tanpa pendidikan manusia tidak bisa bertumbuh dan berkembang. Maka, pendidikan dipandang sebagai salah satu kebutuhan manusia, manusia lalu menempatkan pendidikan sebagai modal dasar dalam menata hidup dan masa depannya.

Lantas, apakah pendidikan yang diidealkan sudah sesuai dengan yang diharapkan? Apakah pendidikan yang diterapkan sudah sesuai koridor pendidikan yang sebenarnya? Jangan sampai pendidikan yang dijalankan justeru semakin jauh dari tujuan pendidikan, dan untuk mencapai tujuan institusi pendidikan kekerasan menjadi salah satu metode yang diterapkan. Kalau ini yang terjadi, maka lembaga pendidikan tidak lagi dilihat sebagai sarana yang ampuh dalam mendidik dan membentuk karakter anak bangsa, tetapi justeru sebaliknya. Pendidikan menjadi momok yang menakutkan dan mencemaskan.

       Pendidikan karakter sebagaimana yang ditekankan oleh kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka belajar saat ini tidak mengenal pendidikan dengan cara kekerasan karena pendidikan kekerasan dapat membunuh karakter seseorang. Kalau sampai terjadi kekerasan, maka pelaku kekerasan adalah pelaku yang menodai esensi pendidikan dan pendidikan yang diberikan hanya akan melahirkan generasi penerus yang rusak, generasi yang tidak berkarakter. 

Harus diakui bahwa dewasa ini dunia pendidikan kita memang banyak dinodai oleh tindak kekerasan. Aksi kekerasan yang dilakukan manusia di hampir seantero dunia sangat jelas terlihat. Hal ini diyakini sebagai dampak dari perkembangan arus globalisasi dan modernisasi. Realitas menunjukkan kekerasan sudah menjadi kosa kata yang akrab terdengar. Kekerasan lalu menjadi sebuah keniscayaan yang sadar atau tidak akan selalu menggerayangi dan atau menghantui generasi penerus bangsa. Ia ada di sekitar rumah, lingkungan sekitar, bahkan di mana-mana. Ia muncul di tayangan-tayangan telivisi, radio-radio, berita-berita Internet, media massa dan surat kabar yang tidak bosan-bosannya menampilkan berbagai tayangan atau berita kekerasan; mulai dari masalah pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian, kekerasan terhadap perempuan, teror bom, hingga konflik sosial-keagamaan dengan latar belakang dan alasan yang  beragam.

        Dalam konteks dunia pendidikan, kekerasan dapat terjadi tatkala lembaga pendidikan (pendidik dan tenaga kependidikan) tidak lagi mengedepankan nilai dan proses untuk mencapai visi dan misi pendidikan, tetapi lebih pada emosi dan tindakan yang semena - mena. Apalagi kalau di lembaga pendidikan tersebut terdapat begitu banyak individu yang memiliki kecenderungan tidak mengindahkan aturan, tidak hidup sesuai dengan keinginan gurunya dan memiliki latar belakang agama dan budaya yang beraneka ragam.

Secara umum, kekerasan di institusi pendidikan dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan simbolik.

  1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik yang dialami siswa biasanya mudah diidentifikasi. Secara kasat mata, kekerasan semacam ini berakibat pada kondisi fisik siswa; badan memar, mata memar, hidung berdarah, dsb., hingga mengakibatkan nyawa hilang. Kekerasan fisik bisa terjadi karena guru menghukum murid atau murid senior menghukum murid junior. Sedangkan kekerasan di perguruan tinggi, bisa terjadi antara mahasiswa senior dg mahasiswa junior. Biasanya terjadi pd saat "Masa Orientasi".

  1. Kekerasan Psikis

Kekerasan jenis ini bisa terjadi di tingkat TK sampai dengan Perguruan Tinggi. Kekerasan Psikis ini biasanya terjadi melalui kata-kata, baik kata-kata pedas, sinis, atau penghinaan. Kekerasan psikis, misalnya dengan mengatakan, "bodoh kamu", "otak udang", atau "otakmu di dengkul", dan kalimat 'bully' yg lain. Kekerasan psikhis dapat mengakibatkan murid atau mahasiswa menjadi rendah diri atau pasif.

  1. Kekerasan Simbolik

Bentuk kekerasan simbolik adalah bentuk pemaksaan budaya kelompok tertentu kepada kelompok lain. Cara pemaksaan budaya dalam kekerasan simbolik ini terjadi melalui "official curriculum" atau "hidden curriculum". Dalam kekerasan simbolik seakan-akan murid atau peserta didik tidak dapat mengekspresikan diri sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini mengakibatkan lahirnya murid-murid tertindas. Murid tertindas akan menjadi penindas. Seperti siklus atau lingkaran setan. Semua bentuk kekerasan ini terjadi karena pola relasi antar guru-murid, murid-murid, mahasiswa-mahasiswa asimetris atau tidak setara. Guru, murid senior atau mahasiswa senior menganggap dirinya berada di atas sedangkan murid atau mahasiswa junior di bawah. Bagi mereka yang di atas, orang yang di atas lebih segala-galanya dibandingkan dengan orang yang di bawah.

       Ironis memang kalau ternyata lembaga pendidikan kita masih belum bisa meminimalisasir terjadinya kekerasan di sekolah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kota - kota besar yang sering melakukan tindakan kekerasan adalah Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Lebih ironis lagi, bahwa Kota Yogyakarta yang kita kenal sebagai kota pelajar justeru menjadi kota yang memiliki tindakan bullying sangat tinggi, bahkan mengungguli Kota Surabaya dan Jakarta.

Selain di institusi pendidikan (sekolah maupun perguruan tinggi) pendidikan juga berasal dari keluarga/dari orang tua terhadap anak. Disini juga seringkali dijumpai beberapa orang tua yang menerapkan sistem kekerasan dalam mendidik anak-anaknya dengan alasan agar mereka menjadi disiplin ataupun untuk menumbuhkan efek jera ketika si anak melakukan suatu kesalahan.

Pandangan bahwa rumah adalah tempat yang membahagiakan dan aman, itu tidak salah. Hanya saja dalam kenyataannya banyak anak-anak yang ternyata justru menerima siksaan di rumahnya sendiri. Beberapa orang tua menganggap bahwa mendidik anak dengan kekerasan itu cukup efektif untuk menumbuhkan kedisiplinan anak. Padahal, kekerasan apapun bentuknya akan menghancurkan anak. Anak yang dibesarkan dengan kekerasan akan membuat hatinya tumpul dari rasa kemanusiaan.  Ia akan tumbuh menjadi seorang yang keras bahkan kasar, atau malah sebaliknya. Dia akan menjadi seorang yang lemah dan takut, minder, bahkan rendah diri.

 
Penerapan Pendidikan Anti Kekerasan

Langkah kongkrit menerapkan pendidikan tanpa kekerasan mendesak untuk dilakukan agar bangsa yang multi-etnis, multi-agama, bahasa, ras, jenis kelamin, keturunan, status sosial dan bentuk-bentuk kemajemukan lainnya ini dapat menerapkan learning to live together dan duduk berdampingan saling menghargai perbedaan, rukun, serta saling bergandengan tangan menuju perdamaian dan kemakmuran bangsa yang berkeadilan.

Kebijakan yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah dalam hal ini masih kurang. Padahal, pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan yang mana keputusan-keputusan penting dalam bidang pendidikan berada di sana. Pemerintah sudah seharusnya mengubah kebijakan dalam bidang pendidikan. Secara tidak langsung pemerintah juga turut andil terhadap kekerasan yang terjadi dalam bidang pendidikan. Masih banyak PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintah untuk menanggulangi masalah pendidikan anti kekerasan ini. Agar kedepannya penerapan pendidikan anti kekerasan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.


Pentingnya Penerapan Pendidikan Anti Kekerasan

Pendidikan anti kekerasan sangat penting untuk pendidikan di Indonesia ke depannya. Karena kepandaian, kedisiplinan sampai dengan karakter seseorang tidak akan berkembang dengan baik, manakala suatu pendidikan itu bercampur dengan kekerasan. Terkadang mendidik dengan kekerasan dianggap dapat menciptakan efek jera sehingga ke depannya seseorang itu dapat berbuat lebih baik. Namun sesungguhnya justru akan timbul beberapa efek negatif, contohnya seorang anak pura-pura membaca buku di kamar hanya karena takut dipukul ibunya karena tidak belajar.

Apapun alasannya, kekerasan bukanlah bagian dari cara mendisiplinkan anak dalam pendidikan. Tindak kekerasan seperti ini tidak bisa ditolerir, harus segera dicegah dan dihentikan. Kurikulum apapun yang mencoba membangun generasi yang proaktif dan optimis tidak akan pernah efektif mencapai tujuan secara optimal apabila sistem hukuman fisik masih diimplementasikan, baik di dunia pendidikan formal, maupun pendidikan yang dimulai dari rumah.

Tak seorangpun menginginkan terjadinya tindak kekerasan, apalagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Sebagaimana tujuan pendidikan yang tertuang dalam sistem kerja GBHN yang isinya adalah :

”Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan yang terampil. Kesehatan Jasmani dan Rohani, Kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Melihat betapa luhurnya tujuan pendidikan yang tertulis dalam GBHN tersebut, maka tujuan pendidikan dalam GBHN itu akan tercapai apabila proses yang dilalui oleh anak didik dalam pendidikan dilakukan dengan cara yang luhur pula. Yaitu dengan proses pendidikan yang ramah terhadap anak, tidak dengan cara yang kasar atau malah dengan cara kekerasan. Segala pendidikan pada dasarnya tetap diorientasikan pada bagaimana seorang peserta didik di masa depan dapat tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri dan kepribadian yang tidak sombong di masyarakat nantinya. Sebagaimana pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa pendidikan adalah “human investment”, ini berarti bahwa secara historis maupun filosofis, pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa.

 

ANGELINUS KRISTOFORUS GENTAR, S.Pd

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

RD. Heroluinus Jawa, S.Fil

- Kepala Sekolah -

Salam restorasi pendidikan, Seraya mengucapkan syukur pada kasih Tuhan, kami membuka hati kami SMAS Pancasila Borong dalam keterlibatan semua pihak…

Berlangganan
Banner